NERACA
Jakarta-Dana repatriasi tax amnesty diperkirakan akan banyak masuk ke pasar modal. Biasanya dana yang masuk tersebut akan mencari instrumen investasi yang memiliki yield tinggi. Salah satunya yang dicari adalah saham BUMN maupun anak usahanya.”Sudah banyak anak usaha BUMN yang mendaftar IPO. Ini sangat bagus. Apalagi dana tax amnesty itu akan banyak masuk. Investor itu ingin masuk ke yield lebih tinggi,” kata Direktur Utama BEI Tito Sulistio di Jakarta, Selasa (12/7).
Menurut Tito, dengan fokus ke saham, maka BUMN dan anak usaha bisa meraup yield lebih tinggi. Meski begitu, dia masih enggan merinci anak usaha BUMN yang siap melantai di BEI. Berdasarkan informasi yang ada, selain anak usaha PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), yaitu WIKA Realty yang berminat IPO, ada juga anak usaha dari PT Pertamina (Persero) yaitu PT Tugu Pratama yang ingin melakukan privatisasi di tahun ini.
Meski banyak perusahaan yang mau melakukan IPO, Tito keluhkan aturan hukum yang menghambat privatisasi BUMN dan anak usaha BUMN yang relatif panjang. “Kalau mau mengikuti UU (UU No 19 tahun 2003 tentang BUMN) itu pasti akan lama. Ada 25 tahap yang harus diikuti dalam proses IPO. Solusinya? Salah satunya, izinnya bisa lewat payung hukum dari Kementerian BUMN,” tegas Tito.
Tito menyebutkan, ada 13 pasal dalam UU yang cukup menghambat proses privatisasi. Sebanyak 13 pasal dimulai dari pasal 74-86 UU BUMN. “Makanya, saya mau buat appoinment dengan Pak Teguh Juwarno (Ketua Komisi VI DPR) terkait banyaknya aturan yang ada di UU BUMN itu,” kata Tito.
BEI sangat lah sulit dan tidak bisa berbuat apa-apa terkait revisi UU BUMN. Paling tidak, bursa menginginkan relaksasi dari privatasi, sehingga speed IPO perusahaan BUMN dan anak usaha berjalan cepat.”Revisi BUMN itu hanya ada di tangan DPR. Jika ada niat dari anggota DPR itu, maka bisa saja dilakukan. Kalau ada nawaitu (niat), bisa cepat. Dulu ada UU yang dibahas hanya tiga hari. Dan UU Pengampunan Pajak juga cepat,” tukas Tito.
Selain itu, lanjut Tito, saat ini market kapitalisasi (market cap) di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah menyentuh level Rp5.500 triliun. Menurutnya, posisi kapitalisasi pasar di bursa sudah mendekati rekor tertinggi. Terakhir, market cap BEI sudah mencapai Rp5.560 triliun, angka itu dibantu oleh market cap PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) yang mencapi Rp400 triliun.”Kebetulan momentum sekarang bagus, market cap Telkom sudah Rp400 triliun, itu rekor. Mendorong market cap jadi Rp5.500 triliun. Posisi market cap terbesar sepanjang sejarah Rp5.560 triliun. Semoga kita bisa lampaui itu,”ungkapnya.
Bukan hanya posisi market cap, Tito menyebutkan frekuensi perdagangan saham pun mendekati rekor. Frekuensi tertinggi di bursa mencapai 373.400 kali, sedangkan porsi kemarin frekuensi sudah mencapai 368 ribu kali. Kondisi bursa yang semakin matang, kata Tito, bukan hanya ada tax amnesty saja, tapi ada perbaikan dari sisi BEI sendiri. “Pasar modal bukan hanya satu faktor. Kalau dia mau barang tidak bagus, dia tidak mau, berita bagus, barang tidak bagus, dana tidak ada. Bursanya tidak konsisten, broker tidak kuat, itu tidak mau juga,” ujar Tito.